Sumber : dokumen prinadi |
“Permasalah munculnya kasus korupsi didasarkan pada kerjasama antar berbagai pihak, maka dari itu setiap elemen wajib ikut andil dalam pemberantasan korupsi. Korupsi juga berasal dari kebiasaan, walaupun nilainya kecil. Maka dari tu setiap elemen wajib mengetahui aktivitas apa saja yang akan memunculkan yang namanya korupsi dengan begitu setiap elemen mengetahui harus bertindak seperti apa.”
Transparasi
pengetahuan masyarakat akan nilai-nilai korupsi di Indonesia sangat minim, ini
terbukti dari permasalahan yang muncul di tengah masyarakat namun masyarakat
tidak menyadari hal itu. Tindakan tidak baik ini “korupsi” berasal dari hal
yang terkecil dengan nominal terkecil, sehingga alam bahwa sadar masyarakat
tidak mengetahui bahwa itu dapat dikategorikan dalam tindakan tidak baik ini
karena beranggapan tidak terjadinya kejanggalan dengan berbagai macam alasan
yang dibicaran.
“Uang bensihlah,”
“Jaraknya jauhlah,”
“Data tidak lengkaplah,”
“Ingin segera jadilah,”
` Dan masih banyak lagi alasan-alasan
yang berujung kepada kerelaan untuk membayar karena minimnya pengetahuan
masyarakat bahwa terdapat jalan lain untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,
ataupun peran satu elemen tidak memberikan penjelasan mengenai masalah tersebut
sehingga akan berujung pada kerelaan pembayaran. Tak masalahkah? Entahlah!
Jelas masalah!
2016. Hanya memiliki
surat bukti lahir, tanpa adanya akta kelahiran. Membuat orang tua ini mengikuti
pemutihan yang diselenggarakan oleh desa dengan mengeluarkan dana sebesar Rp
150.000,- agar mendapatkan selembar kertas bukti lahir “akta kelahiran” yang
diakui negara untuk anaknya. Tak masalah pikir kedua orang tua tersebut, setelah
akta kelahiran diserahkan alias jadi. Pengetahuan tambahan muncul, ketika
penulisan tempat lahir salah dan si anak yang beranjak dewasa ingin
menyelesaikan masalahnya sendiri dengan begitu kaki si anak beranjak ke Dinas
Kependudukan, antrian panjang dan tertulis pembuatan segala jenis kebutuhan
seperti KTP, Akta dan lain lain gratis. GRATIS!
2019. Seorang gadis yang
beranjak ingin mengetahui dunia kerja, mencoba peruntungan untuk melibatkan
diri untuk pengabdian di desa dengan mengikuti seleksi perangkat desa. Berbagai
persyaratan telah dilengkapi, sampai kejadian kurangnya legalisir Fotocopy KTP menjadikan
munculnya pengalaman dan pengetahuan baru untuk si gadis. Bagaimana tidak? Waktu
ingin melakukan legalisir, ada seseorang yang menawarkan bantuan melalui orang
dalam agar legalisir jadi lebih awal dengan pengeluaran dana sebesar Rp
40.000,-. Hati si gadis tidak tergerak untuk hal itu dengan konsekuensi antrian
panjang, dan keuntungan tidak adanya pengeluaran.
Dari
kedua kejadian tersebut dapat diambil pelajaran bahwa terus belajar atau
membaca itu diperlukan agar seseorang tidak dibodohi oleh orang lain, dan
setiap orang harus memiliki prinsip yang baik agar tidak merugikan orang lain.
Kebiasaan
buruk seperti peristiwa tersebut dapat berujung berugikan orang lain, walaupun
tidak terlihat secara nyata atau langsung. Sehingga, hal-hal buruk seperti itu
perlu untuk dihindari agar setiap orang dapat merasakan haknya masing-masing.
Kebiasaan yang dapat berujung menjadi korupsi, salah satunya gratifikasi.
Gratifikasi
merupakan pemberian hadiah atau bisa diartikan “Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya” Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dengan denda pidana penjara seumur
hidup atau penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Milyar.
Jika. Pegawai negeri
atau penyelanggara negara menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mengerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya. Dan pegawai negeri atau penyelengga negara yang dimaksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima bayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri.
Tanpa
sadar gratifikasi ini sesuai dengan dua peristiwa di atas, sehingga kita perlu
berwaspada dan membantu negara untuk menyelesaikan masalah korupsi dengan
melakukan tindakan yang sangat sederhana melalui tidak memberikan sebuah hadiah
dengan tujuan tertentu kepada pegawai negeri atau pemerintahan agar Indonesia
dapat terhindar dari perbuatan korupsi.
Yap! Setelah tau jika
peristiwa tersebut akan berujung pada perbuatan korupsi maka dari itu mulai
sekarang setiap orang perlu belajar kritis dan selalu menambah ilmu terhadap
sesuatu yang berbentuk mencurigakan. Dengan begitu, kita turut andil dalam
penyelesaian korupsi berbentuk gratifikasi yang dianggap biasa oleh masyarakat
sekitar. Hal tersebut akan memberikan dampak yang buruk kepada perkembangan SDM
Indonesia beberapa tahun kedepannya.
Mulailah dari diri sendiri, mulailah dari hal kecil, dan mulailah dari sekarang untuk memberikan informasi kepada orang lain!Referensi :
Buku Saku Memahami Gratifikasi Edisi 2014 oleh KPK
Komentar
Posting Komentar